Rabu, 31 Desember 2008

SUKU BADUY YANG MASIH MENAWAN

Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat, desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah Ciboleger.
Inilah desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan umum dari Pandeglang (Jawa Barat). Dari sini baru kita bisa memasuki wilayah suku Baduy Luar. ciboleger.jpg (21431 bytes)
jaro.jpg (22408 bytes) Sebelumnya harus melapor dulu dengan pimpinan adatnya yang di sebut Jaro. Ada beberapa Jaro yang mempunyai tugas masing-masing. Kita harus melapor dengan jaro yang tugas membina hubungan dengan kebudayaan luar atau di sebut juga Jaro Pulung.

Wilayah Baduy meliputi Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna. Nama Baduy sendiri diambil dari nama sungai yang melewati wilayah itu sungai Cibaduy.
Di desa ini tinggal suku Baduy Luar yang sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya.
Baduy luar atau biasanya mereka menyebutnya Urang Panamping. Cirinya, selalu berpakaian hitam.
rumah.jpg (32412 bytes) Rumah mereka di dirikan diatas batu (ini kepercayaan mereka bahwa rumah supaya kokoh harus berdiri di atas batu)

Umumnya orang Baduy luar sudah mengenal kebudayaan luar (diluar dari kebudayaan Baduy-nya sendiri) seperti bersekolah sehingga bisa membaca dan menulis, bisa berbahasa Indonesia. Mata pencaharian mereka bertani.
Gula aren adalah hasil dari mereka. Didaerah sana memang banyak terdapat pohon aren.
Hasil pertanian mereka berupa beras bisanya mereka simpan di lumbung padinya yang ada di setiap desa. Selain beras meraka juga memabuat kerajinan tangan seperti tas koja yang bahannya terbuat dari kulit kayu yang di anyam.

Sedangkan suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Kebudayaan mereka masih asli, dan sulit sekali masyarakat lainnya yang ingin masuk apalagi tinggal bersama suku Baduy Dalam. Selain itu tidak bisa sembarangan orang masuk ke wilayah suku Badui Dalam. Sampai tulisan ini saya tulis, saya sendiri belum pernah masuk ke wilayah Baduy Dalam, foto-foto yang saya dapat hanya sebatas di wilayah Baduy Luar, karena untuk mencapai wilayah Baduy dalam harus diperlukan penunjuk jalan dan ijin dari pimpinan adatnya serta harus mematuhi ketentuan yang sangat berat seperti di larang membawa kamera.

Orang Baduy dalam terkenal teguh dalam tradisinya. Mereka selalu berpakaian warna putih dengan kain ikat kepala serta golok. Semua perlengkapan ini mereka buat sendiri dengan tangan. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang, jadi mereka tidak pernah menggunakan kendaraan. Masyarakat luar sulit sekali masuk wilayah Baduy dalam apa lagi mengambil fotonya. Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri. Kepercayaan mereka adalah Sunda Wiwitan, mereka tidak mengenal sekolah, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasanya Sunda.


Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau sarana dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup tanpa menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar adalah Jembatan Bambu. Jembatan ini dibuat tanpa menggunakan paku, untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai.

Ke pondok Halimun


Ingin berkemah ditemani Owa Jawa dan burung Elang? Datanglah ke bumi perkemahan Pondok Halimun di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kawasan wisata ini sering dihampiri beberapa jenis primata langka, seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata) dan Lutung (Trachypithecus auratus). Di langit birunya juga sering dilewati Elang Jawa (Spizaetus bartelsii).

Sejumlah primata tersebut biasa bermain di sebelah barat pinggiran hutan yang jaraknya hanya sekitar 100 meteran dari pusat keramaian di Pondok Halimun. Jika cuaca sedang cerah, pengunjung bisa menyaksikan beberapa jenis burung elang terbang berputar-putar di langit biru. Di antaranya terdapat jenis elang yang sangat langka dan hanya terdapat di Pulau Jawa, yakni Elang Jawa.

Pondok Halimun terletak sekitar 160 km lebih dari Jakarta atau sekitar 12 kilometer di utara Kota Sukabumi. Berlokasi di perbatasan antara dua desa, yakni Desa Perbawati dan Desa Sudajaya Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi. Sebelum memasuki wilayah Pondok Halimun para pengunjung sudah bisa merasakan segarnya udara pegunungan dan menikmati sajian perkebunan strawberi yang dikelola oleh masyarakat setempat.

Pondok Halimun merupakan areal perkemahan atau biasa disebut bumi perkemahan, yang memiliki keindahan alam yang tak kalah bagusnya dengan objek wisata lainnya di Jawa Barat, pasalnya setiap pengunjung yang datang juga bisa menikmati pemandangan hamparan kebun teh. Kebun teh tersebut dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara VIII Goalpara Kabupaten Sukabumi.

Selain pemandangan kebun teh, sebagai objek wisata yang didominasi pegunungan dan dataran tinggi, segarnya udara pegunungan juga menjadi andalan di sini. Sehingga, banyak pengunjung yang berasal dari Sukabumi menggunakan tempat perkebunan teh sebagai tempat pacaran sambil menikmati udara pegunungan dan keindahan alam.

Di kawasan tersebut terdapat beberapa areal perkemahan, salah satunya adalah Perkemahan Elang Jawa. Disebut Perkemahan Elang Jawa karena dulunya di perkemahan itu terdapat dua ekor Elang Jawa, namun dikembalikan ke habitatnya pada tahun 2000. Perkemahan itu dibangun sekitar tujuh tahun yang lalu dan dikelola oleh PT PN VIII Goalpara.

Para pengunjung bisa memilih tempat perkemahan yang dikehendakinya. Variasi usia pengunjung yang berkemah itu bermacam-macam, mulai dari tingkat sekolah menengah pertama (SMP) hingga mahasiswa.

Sebagai areal perkemahan, Pondok Halimun yang masih masuk dalam areal Balai Taman Nasional Gede-pangrango memang tak pernah sepi dari kegiatan para pecinta alam. Ada yang sekadar memandangi keindahan alam dan ada juga yang menyalurkan hobi bertualang mereka. Banyak juga karyawan dari berbagai berbagai perusahaan dan mahasiswa serta siswa sekolah yang memilih Pondok Halimun sebagai tempat untuk rekreasi bersama dan kegiatan belajar.

Setiap pengunjung yang datang tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Cukup dengan biaya masuk Rp2.000/orang dan uang parkir motor hanya Rp1.000/kendaraan dan mobil sebesar Rp2.000/kendaraan.

Setelah memasuki areal parkir, para pengunjung juga bisa mengisi perut dengan membeli makanan ringan, seperti gorengan atau mie rebus dan minum kopi di sejumlah warung makanan yang berada di areal parkir sambil menikmati segarnya udara pegunungan yang tak jauh dari areal perkemahan.

Kalau Anda sekeluarga ingin mencoba rekreasi yang sekaligus diwarnai petualangan yang mendidik, bawalah tenda dari rumah dan berkemahlah di sini. Jangan lupa untuk mengurus perizinannya ke pengelola areal ini. Pengunjung hanya dikenakan biaya sebesar Rp4.500/orang untuk beberapa hari.

Para pengunjung juga bisa memilih areal perkemahan yang dikehendakinya, pasalnya ada tiga areal perkemahan, yakni di depan gerbang masuk perkemahan untuk kapasitas 150 orang, perkemahan kedua dengan jarak 400 meter dari gerbang degan kapasitas 150 orang dan perkemahan ketiga dengan jarak 200 meter dengan kapasitas 200 orang dengan luas seluruhnya sekitar tiga hektar.

Bagi pengunjung yang tidak membawa alat-alat tenda, warga setempat yang bekerja sama dengan BTNGP menyiapkan tenda. Untuk tenda dumb (untuk tiga orang-red) dikenakan biaya sebesar Rp30 ribu/hari, sementara untuk tenda yang besar (kapasitas 40 hingga 50 orang-red) dikenakan biaya sebesar Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per kegiatan. Kebanyakan pengunjung perkemahan ini berasal dari Jakarta, Bogor dan Bekasi.